RANGOON Otoritas Arakan bagian utara membatasi jumlah populasi Muslim Rohingya.
Pemerintah melarang keluarga Rohingya untuk memiliki anak lebih dari dua. Selain itu, setiap kepala keluarga dilarang untuk poligami.
“Untuk menerapkan Keluarga Berencana (KB), mereka hanya
bisa mendapatkan dua anak,” ujar juru bicara Pemerintah Arakan Win
Myaing pada Senin (20/5/2013) waktu setempat seperti dikutip Irrawady. Dia pun mengaku akan memperkenalkan pernikahan monogami kepada para Muslim Rohingya.
“Peraturan ini untuk setiap kelompok. Akan tetapi, warga
Buddha tak butuh peraturan itu. Karena kami hanya punya satu istri,”
ujar Win Myaing.
Menurutnya, kebijakan tersebut untuk mengontrol pertumbuhan populasi karena jumlah Muslim Rohingya tumbuh sangat pesat.
Otoritas Distrik Maungdaw berjanji, tidak akan
menggunakan kekuatan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Ia menegaskan,
jika warga Rohingya ingin menikah atau meregistrasi anak yang baru
lahir, mereka harus mengisi formulir pada otoritas lokal dan mendapatkan
izin.
Di Distrik Mangdaw yang terletak sebelah utara negara
bagian Arakan di perbatasan Myanmar dan Bangladesh, Muslim Rohingya
menjadi mayoritas. Mereka hidup bersama sejumlah orang Buddha arakan
yang menjadi minoritas.
Pemerintah Pusat Myanmar, Otoritas Negara Bagian Arakan
dan politisi Arakan mengklaim, populasi Muslim tumbuh dengan cepat
sehingga membuat komunitas Buddha lokal terdesak.
Jaringan Sosial Arakan Than Tun menjelaskan, kebijakan
pembatasan dua anak tersebut hanya untuk warga Bengali (Rohingya) tanpa
kewarganegaraan. Mereka, menurut jaringan sosial ini, tak memilki
identitas dan merupakan imigran ilegal dari Bangladesh.
“Perintah ini datang dari presiden dan diterapkan sebagai perhatian wilayah,” tandasnya. (ROL), salam-online